Aku & Sri Ningsih

Guratan keriputnya adalah lukisan karismatik

Suaranya adalah kidung-kidung berisi cerita tangguh

Tak ada kutub yang mampu menghilangkan hangatnya

Duduk di sampingnya adalah pijar lilin dalam perut gua

Dialah udara dan nafas lega di ujung palung

Di tatapannya, jutaan peristiwa menjelma umur.

Sakit hati yang menetes,

setitik demi setitik, menggali ceruk

Membentuk kolam berair hitam

Aku sudah tidak sanggup untuk mengucapkannya ...

Bersama mata yang membasah, gundah ikut tumpah

 

“Aku khawatir jariku kini telah lepuh, dan tidak sanggup lagi mencubit-memadamkan api-api kebencian yang muncul di sekitarku.”

“Aku khawatir tanganku kini telah rapuh, dan tidak sanggup lagi memutuskan rantai dendam yang membelenggu orang-orang.”

“Aku khawatir lidahku kini telah penuh keluh, dan tidak sanggup lagi menahan kecewa yang terbendung di dada.”

 

“Bukankah seharusnya aku senantiasa mencintai kecintaan tanpa membenci kebencian?”

“Namun, kebencian yang ada membakarku, mengekangku, dan meledakkan hatiku.”

“Sampai kapan aku harus terus membalas semua air tuba dengan air susu?”

“Padahal air susuku tidak pernah dibalas lagi dengan setetes air anggur.

Jangankan anggur, dibalas dengan yang serupa saja tidak pernah.

Malah yang kembali adalah air tuba sebanyak samudera asin.

Apa aku harus membalaskan itu dengan air susu juga?

Aku bukan tempat pembuangan sampah kebencian.

Lantas aku harus bagaimana? Aku lemah.”

 

Sri Ningsih menatapku,

Tersenyum sambil menatap air mata yang menderai

Dan isak sesak yang tak kunjung usai

 

Biarlah orang lain dengki & dendam atasmu

Biarlah orang lain berbuat buruk padamu

Biarlah orang lain mengecewakanmu

Biarlah orang lain mengkhianatimu

Biarlah orang lain membencimu

 

Bersyukurlah ...

Bahwa dia bukanlah kamu

Dan kau paham sekali tentang itu.

 

Bersabarlah ...

Akan datang sebuah masa di mana engkau yakin,

Bahwa sabar tidak memiliki batasan.

Ketika kebencian, dendam kesumat sebesar apapun akan luruh oleh rasa sabar. Gunung-gunung akan rata, lautan akan mengering, tidak ada yang mampu mengalahkan rasa sabar. Selemah apapun fisik seseorang, semiskin apapun dia, sekali dia punya rasa sabar dunia tidak bisa menyakitinya. Tidak bisa.

 

Hanya yang kuat yang sanggup.

Berbuat baik karena dirinya memang baik.

Bersedekah kebaikan dengan tulus,

Bukan menjual-belinya bak fulus.

Yakinlah engkau adalah orang kuat itu.

 

Engkau tidak bisa bohong pada dirimu sendiri,

bahwa engkau selamanya tidak pernah bisa rela

engkau tidak rela api itu membakar orang lain,

orang-orang yang ada di sekitarmu,

orang-orang tersayang dan tercintamu.

Engkau salah,

jangan buat gelisahmu membuatmu berbohong

Engkau memanglah tempat pembuangan kebencian itu

Kita berdua adalah tempat pembuangan kebencian

Supaya benci berhenti wujudnya

Yakinlah kita adalah orang kuat itu.

 

Kebencian-kebencian itu memang seperti api, tapi jadilah seperti lilin yang tidak pernah menyesal saat nyala api membakarmu.

Atau barangkali kebencian dan rasa sakit itu laksana air, air hujan yang menetes dari langit, engkau tidak mungkin dapat sampai ke tujuan tanpa terkena tetesan hujan itu. Justru melompatlah ke tengah hujan, biarkan seluruh tubuh kuyup.

 

Engkau pasti bisa menjadikan benci mati, maka hidupkan cinta dan jangan kasar

Engkau pasti bisa membuat dendam padam, peluklah ia supaya tidak terus membakar

Engkau pasti bisa mengubah kecewa menjadi syukur, ingat rahmat-Nya yang sangat lebar

 

Jangan pernah menyerah dan merasa kalah

Salah bukanlah masalah, selama engkau terus mau berbenah.

Memang perlu ratusan jatuh untuk melahirkan ribuan bangkit

Memang perlu ribuan gagal untuk memunculkan jutaan kokoh

 

Tidak apa ...

Jatuhlah kali ini di pangkuanku.

Mengeluhlah kali ini di telingaku.

Kalau engkau memang orang baik,

Kalau engkau memang orang kuat itu

Besok, suara sumbang itu akan berganti

Menjelma teriakan dahsyat penuh keyakinan

Besok, luka dan luka yang menyempitkan hati

Menjelma keberanian untuk memeluk kebencian


Jika engkau gagal 1000x, maka pastikan engkau bangkit 1001x.

Berjanjilah, jangan pernah membenci walau sedebu, jangan berprasangka buruk walau setetes, apalagi berprasangka pada Tuhanmu.

Aku tersenyum. Gemerlap Kota Paris menyaksikan kisah obrolan kami berdua yang telah sampai pada epilognya.

_______________________

Sri Ningsih, adalah tokoh fiksi di novel Tentang Kamu karya Tere Liye. Karakter ini adalah terfavorit dan inspirasi bagi saya. Kalau ada pertanyaan, “Andai bisa makan malam dan mengobrol dengan beberapa orang – baik nyata, historical, atau fictional – siapakah yang akan anda ajak?” Maka dengan mantap jawaban saya salah satunya adalah: Sri Ningsih.

Saya berharap bisa bertemu, kenal, atau bahkan hidup bersama seseorang di dunia nyata yang berkarakter seperti Sri Ningsih. Kalau memang di muka bumi belum ada yang seperti Sri Ningsih, maka saya berharap sayalah orang yang dapat menjadi seperti Sri Ningsih.


Kairo, 10 Oktober 2024

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama